Pengaruh klasik dari motif pada kain tenun sarung Donggala masih mencari dan mempertahankan kepribadiaanya. Bentuk dan motif klasik kain sarung Donggala mengalami persamaan secara historis dengan sarung Bugis, Sulawesi Selatan. Persamaan itu banyak ditemukan dalam bentuk baju atas dan sarung tenun ikat mereka, walaupun masih tampak unsur khas Sulawesi Tengah. Selain kain sarung tenun, nama-nama alat tenunnya pun banyak yang bercampur dengan istilah-istilah bahasa Bugis.
Lamanya waktu yang digunakan dalam memproduksi satu lembar kain sarung tenun Donggala tergantung pada kurang atau padatnya urusan yang sifatnya partikularistik, seperti tugas kerumahtanggaan baik di rumah sendiri maupun di rumah kerabat yang melaksanakan upacara-upacara adat. Setelah kita memasuki rumah penenun akan nampak seorang wanita dewasa duduk diantara boko-boko dan pessa. Boko-boko adalah alat yang diletakkan di punggung penenun. Ujung kiri kanan alat ini dihubungkan dengan tali ke kiri-kanan pessa dihadapannya lalu diikat dengan tali yang kuat untuk membantu menegangkan seluruh benang lungsi atau sau dan membuat badan si penenun menjadi tegak. Dan pessa adalah alat tempat menggulung seluruh ujung benang lungsi dan tempat menggulung bagian dari hasil tenunan.
Lokasi tempat penenunan itu beragam, ada di ruang tamu, ada di ruang tengah, dan ada di sekitar dapur. Alasan pemilihan lokasi tempat penenun di ruang tengah karena dianggap enak, strategis dan lebih luas. Strategis menurut mereka karena berkaitan dengan tugas pokoknya di sekitar dapur. Sebenarnya yang dimaksud dengan ruang tengah menurut penenun adalah ruang domestik yang ada di sekitar dapur, yang pada umumnya ruang tengah itu satu lokasi dengan ruang dapur bahkan ada ruang tengah sekaligus sebagai dapur.
Dewasa ini terdapat dua alat tenun yang digunakan yaitu Gedogan dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Pada umumnya masyarakat menggunakan alat gedogan yang diterima sejak dahulu dan berupaya melestarikan industri rumah tangga ini dengan cara mewariskan peralatan dan sistem pengelolaannya.
Semua peralatan gedogan yang digunakan saat ini sulit perkirakan berapa usianya sebab peralatan tersebut masih peninggalan nenek moyangnya. Memang kalau kita lihat peralatan yang digunakan, tidak ditemukan peralatan baru yang diperoleh informasi bahwa sejak lama tidak ada upaya pembuatan peralatan baru kecuali komponen tertentu seperti sisir (salaga) dan taropo. Begitupun sistem pengelolaan secara gedogan dilakukan sebagaimana yang diajarkan oleh orang tua mereka tanpa ada perubahan apalagi upaya pengembangannya.
Ada beberapa keuntungan dari tenunan gedogan, sistem pengelolaannya sudah dipelajari dan dijadikan tradisi yang harus diterima sebagai warisan dari orang tua mereka. Sarung tenun satu-satunya produksi tenun gedogan dijadikan sebagai pakaian upacara sehingga setiap anggota keluarga harus memiliki sarung tenun Donggala walau hanya satu lembar.
Berdasarkan tehnik pembuatannya dan corak kainnya, ada enam jenis kain tenun sarung Donggala, yaitu :
1. Kain Plekat Garusu dan Buya Cura.
2. Buya Somba
3. Buya Subi
4. Buya Kombinasi Bomba dan Subi
5. Buya Bomba Kota
6. Buya Awi
The classic influence of the motif on the woven fabric of Donggala sarong is still looking for and maintaining its personality. The classic shape and motif of Donggala sarong are historically similar to Bugis sarong, South Sulawesi. The similarities are found in the form of their upper clothes and ikat woven sarongs, although there are still elements typical of Central Sulawesi. In addition to the woven sarong, the names of the looms are also mixed with Bugis language terms.
The length of time used in producing one piece of Donggala woven sarong depends on the lack or density of affairs that are particularistic in nature, such as household duties both at home and at the homes of relatives who carry out traditional ceremonies. After we enter the weaver's house, we will see an adult woman sitting between boko-boko and pessa. Boko-boko is a tool that is placed on the weaver's back. The left and right ends of this tool are connected with ropes to the left-right pessa in front of her and then tied with a strong rope to help tighten all the warp or sau threads and make the weaver's body upright. And the pessa is a device that rolls up all the ends of the warp threads and rolls up part of the weave.
The location of the weaving place varies, some in the living room, some in the middle room, and some around the kitchen. The reason for choosing the location of the weaving place in the living room is because it is considered convenient, strategic and more spacious. Strategic according to them because it is related to their main task around the kitchen. Actually, what is meant by the middle room according to the weavers is the domestic space around the kitchen, which is generally the middle room is one location with the kitchen space and there is even a middle room as well as a kitchen.
Nowadays there are two weaving tools used, namely Gedogan and Non-Machine Weaving Tools (ATBM). In general, the community uses gedogan tools that have been accepted since long ago and seeks to preserve this household industry by passing down the equipment and management system.
All gedogan equipment used today is difficult to estimate how old it is because the equipment is still a legacy of its ancestors. Indeed, if we look at the equipment used, we do not find any new equipment, and we are informed that there has been no effort to make new equipment for a long time except for certain components such as the comb (salaga) and taropo. Likewise, the gedogan management system is carried out as taught by their parents without any changes, let alone efforts to develop it.
There are several advantages of gedogan weaving, the management system has been learnt and made a tradition that must be accepted as a legacy from their parents. The only woven sarong produced by gedogan weaving is used as ceremonial clothing so that every family member must have a Donggala woven sarong even if only one sheet.
Based on the technique of making and the pattern of the fabric, there are six types of woven Donggala sarong, namely:
1.Plekat Garusu and Buya Cura fabrics.
2. Buya Bomba
3. Buya Subi
4. Buya Bomba and Subi Combination
5. Buya Bomba Kota
6. Buya Awi.